Kejadian ini saya alami sendiri pada tahun 2009-an. Ketika itu, perumahan yang saya dan keluarga tinggali masih sepi. Rumah-rumah masih banyak yang belum ditempati. Di jalur rumah saya saja, dari sekitar 16-an rumah, masih ada 6 rumah yang masih kosong.
Begitu pula dengan jamaah shalat di masjid. Shalat maghrib saja paling banter satu baris full. Kalau Dzuhur dan Ashar jelas pasti sedikit, karena orang-orangnya sedang di tempat kerja. Ketika warga sedang ada di rumah, yang paling sepi adalah shalat Shubuh. Terkadang hanya 3 orang. Tak seperti sekarang, alhamdulillah sudah bisa mencapai 3 shaf (Dengan mengecualikan bulan Ramadhan).
Karena itulah, sebakda shalat Shubuh saya sering jalan kaki sendirian. Sebetulnya, lokasi masjid itu hanya 30 meteran di belakang rumah. Tetapi karena tidak ada jalan, maka saya harus berjalan memutar dan melewati jalanan perumahan yang penerangannya masih sangat minim. Selain belum ada lampu PJU bantuan pemerintah serta yang mandiri buatan warga, beberapa rumah kosong pun dibiarkan gelap oleh pemiliknya.
Sebagaimana biasanya, sebakda Shubuh itu saya berjalan sendirian. Semua jamaah Shubuh sudah pulang duluan, saya pun berjalan menyusuri jalan perumahan untuk pulang. Untuk sampai rumah, saya hanya melewati 2 belokan, belokan pertama pas keluar komplek masjid dan belokan kedua pas menuju rumah.
Entah mengapa Shubuh itu terasa lain dari biasanya, sepi sekali rasanya. Hening. Jangkrik dan kodok pun seolah masih berselimut daun dan lelap dalam pelukan pagi yang dingin. Beberapa langkah menuju belokan pertama atau keluar komplek masjid terasa sangat jauh. Dengan penerangan yang terbatas, saya berjalan pelan dengan pandangan yang tidak terlalu jauh.
Setelah melewati belokan pertama, pandangan saya arahkan jauh ke depan. Dari kejauhan, terlihat samar ada yang lain di atas pilar rumah tetangga. Sesuatu yang berwarna putih sebesar bola. Benda itu diam dan tak bergerak. Terus terang, saya sangat kaget. Tapi saya penasaran, benda apakah itu gerangan. Dengan perasaan waswas, saya pun mendekat pelan-pelan. Karena benda itu berada di sebelah kanan jalan, saya pun menyeberang dari posisi semula (kiri jalan) agar dapat mendekatinya.
"Dag, dig, dug!" Detak jantung saya berpacu seiring dengan langkah kaki yang semakin mendekat.
"Apa itu?" Tanya saya dalam hati.
Semakin dekat, benda di atas pilar pun semakin jelas.
"Hah!" Ujar saya dalam hati. Seolah tak percaya dengan penglihatan sendiri.
"Kok ada matanya, kok seperti kepala?"
"Apa? Sebuah kepala teronggok di atas pilar?!?"
Sungguh kaget bukan kepalang, semakin dekat semakin jelas bahwa benda tersebut bukan bola. Namun sebuah kepala seorang wanita.
Tapi saya tidak begitu saja percaya. Saya terus mendekatinya untuk memastikan.
"Inikah yang namanya hantu? Seumur hidup saya, baru kali ini saya bertemu hantu," tanya saya dalam hati. Meski seolah tak percaya, saya tetap memaksakan kaki untuk mendekatinya hingga hanya berjarak 2 meteran.
"Benar sekali pandangan saya, tak salah lagi. Ini adalah kepala seorang wanita dengan wajah yang sangat putih." Saya berbicara sendiri di dalam hati.
Hati saya berkecamuk antara takut dan penasaran. Tapi entah mengapa, tangan saya ingin sekali memastikan pandangan mata saya. Sempat juga terpikir untuk mengambil batu dan melemparinya, tetapi saya urungkan. Saya pun terus mendekat seraya menggerakkan tangan untuk merabanya. Namun baru saja saya mengangkat sedikit tangan kanan ini, tiba-tiba kepala wanita yang teronggok di atas pilar itu bergerak.
"Hah! Ia bergerak?!?" Mulut saya terkatup, saya hanya mampu mengucapkan kekagetan itu dalam hati.
Tak berapa lama ia menyapa,
"Pak," seraya tersenyum.
Sebenarnya ada lagi yang ia ucapkan tapi saya tak mendengarkannya.
Saya langsung membalas sapaannya seraya balik badan dan segera berlalu. Bukan karena takut, bahkan rasa takut itu hilang seketika.
Saya malu, benar-benar malu. Karena ternyata benda itu memang kepala seorang wanita. Namun kepala seorang ibu-ibu (tetangga), wajah putihnya berasal dari lulur wajah atau masker. Mungkin ia sengaja mengembunkan maskernya seraya menopangkan dagunya di atas pilar.
Saya pun berlalu dengan cepat, menahan isi hati di antara lucu dan malu. Sesampainya di rumah, saya pun cerita kepada istri. Istri saya pun tertawa.
#AryH
Komentar
Posting Komentar