Langsung ke konten utama

Gara-gara Iseng (Bagian 1)

 

sumber gambar : twitter[dot]com
“Keterlaluan kau Adi !” Teriak Udin sambil tergopoh-gopoh. Matanya yang sipit pun melotot sangar. Warna kulit Udin yang putih, membuat merah darah yang naik ke ubun-ubun pun semakin kentara. Nafasnya tersengal-sengal menahan emosi. 
Belum sempat Adi bertanya, Udin langsung berteriak lagi dengan nada tinggi.
            “Tak kusangka kau sekurang ajar itu kepadaku”, kata Udin sambil mendorong Adi hingga terjatuh. “Aku kira selama ini kita bersaing secara sehat, tetapi Engkau menodainya dengan hinaan yang sangat kasar kepadaku. Aku tidak akan memaafkanmu!” Udin pun kemudian pergi.
Asep masih mengingat kejadian tersebut. Pada saat itu, Adi sedang bermain basket di lapangan, tiba-tiba Udin memarahinya. Asep betul-betul tidak menyangka. Persaingan sehat antara Adi dan Udin selama ini di sekolah,  berbuah kejadian yang memalukan. Untungnya pas kejadian tersebut, Asep tahu bahwa Adi sedang senang hati. Ia gembira karena puisinya di muat salah satu majalah remaja. Sehingga, Adi tidak mudah tersulut emosi.
Persaingan Adi dan Udin dalam pelajaran di kelas sudah terkenal di SMPN 5 Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Para guru dan murid pun memakluminya. Selama ini pun terlihat sportif dan sehat. Meskipun Asep murid baru di sekolah ini, dengan mudah ia bisa membaca aroma persaingan itu. Asep paham bahwa persaingan mereka berdua sempat memanas di akhir semester lalu. Saat kejadian itu, ia baru saja pindah ke Selong. Ia ikut ayahnya yang dipindahtugaskan dari Bandung ke Selong. Sebelumnya, Asep tinggal bersama neneknya di Tasikmalaya.
Pada waktu tes lari keliling lapangan, Pak Ardan keliru menghitung jumlah lintasan yang ditempuh Udin, padahal Udin lebih unggul satu putaran dibandingkan Adi. Eh, Pak Ardan menghitungnya sama. Udin benar-benar kecewa. Tetapi, kemudian Adi langsung menghadap Pak Ardan. Meskipun ia diuntungkan, tetapi ia tidak mau memanfaatkan kekhilafan Sang Guru Olah Raga tersebut untuk mengalahkan Udin. Sehingga, kejadian tersebut sudah dianggap selesai dengan damai.
Siang itu sepulang sekolah, Asep berjalan menyusuri taman kota Selong. Ia memang terbiasa berjalan kaki, baik saat berangkat maupun pulang sekolah. Udara di kota yang pernah mendapat anugerah Adipura Kencana ini sangat menyegarkan. Hampir di sepanjang jalan rayanya dihiasi pepohonan hijau yang meneduhkan. Hutan kota yang asri, taman kota yang dikelilingi rindang pepohonan besar serta dihiasi bunga-bunga berwarna-warni pada bagian tengahnya. Lintasan joging di sekeliling taman diberi garis merah untuk para pejalan kaki. Dedaunan kering yang berjatuhan pun  menambah indah pinggiran lintasan joging tersebut. Semua itu membuatnya selalu semangat berjalan kaki setiap hari. Bila ia lelah, beberapa beruga di pinggir taman, bisa menjadi tempat melepas lelahnya. Terlihat Adi di hadapannya dengan langkah pelan, tak seperti biasanya. Asep pun mempercepat langkahnya.
            “Hai, Di!” Asep menepuk Adi dari belakang.

        “Hai Sep!” jawab Adi singkat. “Di, kok kamu terlihat kurang semangat. Tidak seperti biasanya?” Tanya Asep dengan logat Sundanya yang kental. “Kamu masih mikirin kejadian kemarin itu ya?” Asep terus saja bertanya.
Asep termasuk anak jarang keluar rumah, tetapi ia mudah akrab dan bersosialisasi dengan lingkungan baru. Hanya saja, karena ia seorang pecinta komik, waktu luangnya lebih banyak dihabiskan bersama komik-komik kesukaannya.
            “Iya nih, Sep” Jawab Adi pelan. Adi pun menghentikan langkah kemudian duduk di sebuah beruga.
            “Mari ngobrol di sini dulu, Sep!” Ajak Adi.
            “Ayo!” Jawab Asep sambil duduk tak jauh di samping Adi. Sesaat matanya langsung menatap ke penjual Serabi laklak yang ada di seberang jalan. Tak sadar, Asep menelan ludahnya, membayangkan gurihnya serabi khas kota Selong tersebut. Serabi laklak lebih kecil dibandingkan serabi di Tasikmalaya, tetapi ia lebih tebal dan lebih banyak kandungan santannya.
            “Mau pesan sekalian serabi laklak, Sep?” Tanya Adi yang memperhatikan tingkah Asep.
            “Eh, enggak Di” jawab Asep malu-malu. Ia sebenarnya ingin mengiyakan, tetapi Asep darkonsu  alias sadar kondisi dan suasana. “Jadi, gimana Di? kamu sudah baikan dengan Udin?” Tanya Asep mengembalikan arah pembicaraan.
            “Justru itulah, aku ingin sekali baikan dengan Udin” Jawab Adi tulus. “Tetapi kan kamu tahu sendiri bagaimana marahnya Udin waktu itu, ia benar-benar marah, Sep!” Jelas Adi. “Mungkin kamu bisa membantu mencari tahu apa kesalahanku kepada Udin, kamu kan teman sebangkunya?” pinta Adi dengan suara yang merendah.
Asep benar-benar melihat bagaimana ketulusan Adi. Karena itulah, Asep ingin sekali membantu Adi menyelesaikan masalahnya. Apalagi selama ini, ia juga melihat kebaikan yang sama pada Udin, mereka berdua bersaing hanya untuk saling memotivasi.


...........................................................(bersambung).......................................

Komentar

Populer di Blog Ini

Agar Cinta Menulis

Mencintai pekerjaan adalah sesuatu hal yang sangat penting, begitulah pandangan keumuman kita. Bahkan, keahlian seseorang seringkali dihubungkan dengan kecintaannya pada suatu pekerjaan. Mencintai terlebih dulu pekerjaannya, barulah ada garansi untuk menjadi ahli karenanya. Dunia menulis pun tak luput dari pandangan tersebut. Untuk menjadi penulis, biasanya kita menghubungkannya dengan kecintaan seseorang terhadap aktifitas menulis. Misal, ketika seseorang suka menulis sedari kecil, disimpulkanlah bahwa ia berbakat menjadi seorang penulis. Benarkah mesti demikian adanya? Penulis tidak membantah adanya kesukaan seseorang terhadap menulis sedari kecil. Mungkin memang benar demikian adanya. Penulis pun tak menampik bahwa mencintai menulis adalah sesuatu yang penting. Karena, cinta menulis akan membuat kita enjoy bersamanya. Namun, penulis kurang setuju jika cinta menulis merupakan bakat bawaan sedari lahir. Sehingga, ia tak bisa disemai dan ditumbuhkan. Ada dua hal pokok yang b...

Mengawal Gerakan Literasi

sumber gambar : literasi[dot]jabarprov[dot]go[dot]id. Geliat aktifitas literasi dan kepenulisan generasi muslim belakangan ini memang begitu menggairahkan. Hal ini seolah memberikan banyak harapan dan angin segar kebangkitan. Apalagi dengan berbagai kemudahan fasilitas berkarya dan memublikasikannya. Geliat ini bukan sekedar isapan jempol. Karena sebuah tulisan, konon bisa memberikan pengaruh yang lebih besar dan lebih lama dibandingkan sebuah ucapan. Sehingga sangatlah besar ekspektasi terhadapnya; geliat kepenulisan generasi muslim akan menghantarkan pada geliat kebangkitan Islam.    Sebagaimana aktifitas membaca, sebenarnya aktifitas menulis tidaklah akan menghantarkan pada kebangkitan masyarakat. Karena pada hakikatnya, membaca dan menulis hanyalah bagian dari sarana penyerapan dan penyampaian informasi. Informasi tersebutlah yang akan disimpan sebagai pemikiran di dalam otak kemudian pandangan hidup (aqidah) yang dimiliki setiap insan akan menentukan apakah pe...

Langkah Praktis Menulis Via Blog Mulai dari Nol

Rekan-rekan semua, berikut akan saya paparkan bagaimana tips praktis membuat blog dengan blogger. Mari kita ikuti langkah-langkah berikut : Bagi yang belum punya email, masuk ke  www.gmail.com Pilih  Buat akun   Isi formulir pada tampilan berikut dan ikuti langkah sampai konfirmasi bahwa email sudah aktif.   Jika email sudah aktif, silahkan masuk ke  www.blogger.com Klik  Tambahkan Akun  pada tampilan berikut : Setelah muncul tampilan di bawah ini,  Masukkan email rekan-rekan semua, sebagai contoh saya masukkan email saya ary.smknkadipaten@gmail.com, klik berikutnya, lalu isikan password email rekan-rekan semua. Pilih Buat Profil Google+ lalu ikuti langkah selanjutnya (saya sarankan memakai identitas sesuai KTP, karena kita sedang membuat kartu nama di dunia maya). Sampai muncul seperti di bawah ini atau yang semisalnya (mungkin tampilan berbeda-beda tergantung lengkapnya langkah yang diambil). Lalu, pilih  Lanjutk...

Total Tayangan