Sumber photo : guszen[dot]com
Mush’ab bin Umair merupakan salah satu shahabat yang tercatat dalam tinta emas peradaban Islam. Ia adalah duta pertama dakwah Islam yang dikirim oleh Rasulullah Saw ke Madinah. Perannya dalam membuka lembaran baru dakwah Islam begitu berharga. Seorang pemuda Quraisy yang paling menonjol, tampan dan bersemangat. Para penulis sejarah menyebutnya sebagai “Pemuda Mekah yang menjadi sanjungan semua orang.” Setelah masuk Islam, ia diberi julukan “Mush’ab Al Khair” (Mush’ab yang baik).
Mush’ab dilahirkan di kalangan keluarga bangsawan yang berada. Ia dilimpahi berbagai kenikmatan. Akan tetapi, semua kemewahan yang memanjakan tersebut tak sedikit pun menumpulkan kecerdasannya. Oleh karena itu, ketika suatu hari ia mendengar berita tentang Muhammad. Seseorang yang terkenal jujur dan mendapat julukan Al Amin, kemudian menyatakan bahwa ia telah diutus oleh Allah Swt untuk mengajak manusia beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, pikiran dan hati Mush’ab pun mudah untuk menerimanya.
Ibunda Mush’ab adalah seorang wanita yang berwatak keras dan kuat. Karena itulah, hambatan utama Mush’ab setelah masuk Islam adalah ibunya. Ia laksana satu kekuatan yang dapat menyerang dan menghancurkannya. Meskipun demikian, iman yang sudah tertancap kuat di dada membuat Mush’ab tak bergeming sedikit pun.
Majelis demi Majelis diikuti oleh Mush’ab di rumah Arqam bin Abul Arqam. Tempat inilah yang menjadi tempat pembinaan Rasulullah Saw pada awal dakwahnya. Suatu hari, seseorang bernama Usman bin Thalhah melihat Mush’ab memasuki Darul Arqam, ia pun mengadukan hal tersebut kepada ibunya Mush’ab. Ditambah lagi, ia pun pernah melihat Mush’ab melaksanakan shalat sebagaimana yang biasa dilakukan para shahabat Muhammad.
Mendapat laporan dari Usman, Ibu dan keluarga Mush’ab langsung naik pitam. Merasa harga diri dan keluarganya telah dicemarkan oleh perilaku Mush’ab, ibu Mush’ab langsung memutuskan untuk mengurung anaknya selama beberapa lama.
Hukuman kurungan tersebut tak menggoyahkan sedikit pun keimanan Mush’ab terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tak berapa lama ia mendengar bahwa beberapa shahabat akan berhijrah ke Habasyah. Mush’ab pun merancang strategi, ia mengecoh ibu dan para penjaganya hingga berhasil kabur dan pergi ke Habasyah.
Keimanan Mush’ab semakin hari semakin mantap. Akan tetapi lain keimanan lain pula penampilan. Penampilan Mush’ab membuat Rasulullah Saw dan para shahabat menundukkan pandangan. Bagaimana tidak, sebelum masuk Islam Mush’ab yang tampan selalu tampil dengan pakaian yang mewah dan semerbak. Akan tetapi, semua itu tak terlihat lagi setelah ia masuk Islam. Mush’ab tampil sangat bersahaja dengan jubah yang bertambal-tambal. Semua fasilitas dari keluarganya tiada lagi, seiring dengan terhapusnya kekufuran di dalam hati Mush’ab.
Pada suatu saat, Mush’ab pulang dari Habasyah. Orang-orang suruhan ibunya pun kembali hendak menangkapnya. Akan tetapi Mush’ab Al Khair telah bertekad untuk melawannya dengan sekuat tenaga, bahkan kalau perlu hingga membunuhnya. Akhirnya, mereka pun membatalkan niat tersebut.
Menyaksikan kegigihan anaknya dalam mempertahankan keyakinannya, Ibu Mush’ab pun memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan anak kandungnya, Ia mengusir Mush’ab dari rumahnya,
“Pergilah sesuka hatimu, aku bukan ibumu lagi,” ucap Sang Ibu.
Mush’ab pun menjawabnya dengan hati yang mantap,
“Wahai Ibu, aku sangat sayang kepada Ibu. Karena itu bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Mendengar ajakan anaknya, Ibu Mush’ab benar-benar marah. Kemudian ia berkata,
“Demi bintang-gemintang, aku tidak akan masuk ke dalam agama tersebut. Otakku bisa rusak dan buah pikiranku tidak akan dipedulikan lagi oleh orang lain.”
Inilah perpisahan Mush’ab dengan ibunya, aqidah nan suci dan cahaya hidayah nan benderang telah menuntun Mush’ab. Iman dan kekufuran telah jelas di hadapannya. Ia pun tetap teguh memilih Allah dan Rasul-nya seraya meninggalkan ibu kandung beserta kekufurannya.

Komentar
Posting Komentar