Hukum perbuatan itu ada yang wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah. Penetapan hukum suatu perbuatan didasarkan pada dalil sam'i atas perbuatan tersebut, yang berasal dari Al Quran, Assunnah, Ijma' shahabat dan Qiyas. Tanpa adanya dalil sam'i tidak mungkin menghukumi suatu perbuatan.
Allah Swt berfirman,
فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"...kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (TQS. An Nisa: 59)
Ayat ini menunjukkan kewajiban untuk mengembalikan segala urusan agama kepada Al Quran, Assunnah dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya dari ijma' shahabat dan qiyas syar'i.
Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir berkata,
"Ini perintah dari Allah Azza wa Jalla bahwasanya segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia dari perkara pokok agama dan cabangnya supaya dikembalikan kepada Al Quran dan Assunnah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala
وَمَا ٱخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبِّى عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
"Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." (TQS. Asy Syura: 10)
Di antara qorinah (indikasi) kewajibannya adalah firman Allah Ta'ala,
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْآخِرِ
"jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (TQS. An Nisa: 59)
Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang tidak mengembalikan perselisihan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya maka tidak disifati dengan sifat orang yang beriman.
Rasulullah Saw pun bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ (رواه البخاري و مسلم عن عائشة رضي الله عنها)
"Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) ini maka tidak diterima darinya dan dia tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.)
Dan dalam HR. Muslim
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak kami perintahkan maka amalan tersebut tertolak."
Al Mubarokfury menjelaskan,
"Yaitu, yang tidak ada di dalam agama dan syariat kami serta tidak diijinkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Yakni barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang keluar dari syara', tidak terikat dengan syara', maka dia tertolak."
Ibnu Rojab Al Hanbali berkata,
"Hadits ini merupakan pokok yang utama di antara perkara pokok agama Islam. Ia seperti neraca amal secara zhahir. Sebagaimana hadits
إنما الأعمال بالنيات
"sebagai neraca amal secara bathin."
Sebagaimana setiap perbuatan yang tidak diniatkan karena Allah Ta'ala, maka tidak akan diberi pahala atasnya. Seperti itu pula setiap perbuatan yang tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya maka perbuatannya tertolak. Dan barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama ini dengan apa yang tidak diijinkan oleh Allah dan Rasul-Nya maka tidak memperoleh apapun dari agamanya.
Allah Swt telah mewajibkan atas setiap muslim untuk mengkaji setiap perbuatan yang akan dia lakukan, supaya dia mengetahui hukum syara' atas perbuatan tersebut sebelum ia melakukannya. Begitu pula supaya dia bertanya tentang hukum perbuatan tersebut ketika ia tidak memiliki ilmunya.
Allah Swt berfirman,
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (TQS. An Nahl: 43)
Dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw,
ألا سألوا إذ لم يعلموا فإنما شفاء العي السؤال (رواه أبو داود)
"Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak tahu, karena obat kebodohan itu adalah bertanya!(HR. Abu Dawud)
Ibnu Malik berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa bertanya di saat tidak memiliki ilmu itu hukumnya adalah wajib."
Para shahabat pun terbiasa bertanya kepada Rasulullah Saw terkait berbagai aktifitas mereka sehingga mereka mengetahui hukum Allah Swt mengenai apa yang mereka perbuat. Banyak riwayat mengenai hal ini.
Dengan demikian, qoidah yang berlaku untuk perbuatan adalah,
الأصل في الأفعال التقيد بأحكام الشرع
"Hukum asal perbuatan itu adalah terikat dengan hukum syara."
Sehingga tidak boleh mendahulukan perbuatan terkecuali setelah mengetahui hukum Allah atas perbuatan tersebut.
Wallahu a'lamu bishshawwab.
=======
Disarikan dari kitab Al Mukhtar fi Ushuli al Fiqhi, karya Al Ustadz Rokhmat Labib hafizhohullohu ta'ala.

Komentar
Posting Komentar